“How do you cultivate your wisdom?” Kisah Miyamoto Musashi dalam Vagabond mengajak saya untuk memikirkan pertanyaan tadi.
Pada satu arc, dalam perjalanannya melawan Inshun, Musashi merasakan satu hal: ada aura membunuh yang begitu intens pada musuh-musuhnya, juga pada orang-orang yang dianggapnya kuat. Sebelum disadarinya, berkat bantuan Pak Tua Ine’i, betapa semua itu hanyalah cermin dari dirinya sendiri yang haus darah.
Mungkinkah apa-apa yang kita lihat dari orang lain hanyalah cerminan dari diri sendiri? Entahlah. Yang jelas, saya cuma bisa melihat orang lain melalui mata saya sendiri. Ia hadir dan diproses melalui diri saya: indera saya, hati saya, prasangka saya, pikiran saya. Seseorang bisa menjadi nabi penyelamat sekaligus penipu bajingan di saat yang sama, tergantung dari siapa yang melihatnya.
Mungkinkah semuanya cuma cermin? Percakapan singkat yang tak sampai 5 menit sudah cukup bagi saya untuk menumpuk kesimpulan panjang tentang siapa seseorang berikut kapasitasnya. Bagaimana dengan bertahun-tahun waktu yang tidak saya saksikan, hari-hari yang mereka jalani? Bukankah saya mengisinya dengan prasangka-prasangka yang berasal dari dalam diri?
Saya melihat orang lain begitu buruk. Kadang-kadang hadir rasa benci. Mungkinkah ini cuma refleksi atas kebodohan saya yang tak patut menilai dan kesombongan saya yang terlalu meninggikan diri sendiri?
Yah, bisa saja orang lain memang beneran sombong, bodoh, biadab, jahat. Akan tetapi, setiap saat saya merasakan hal-hal buruk dalam diri orang lain, saya menyadari kalau hal-hal buruk yang persis sama juga bersemayam di dalam diri saya.
Mungkin, tahap pertama saya adalah untuk tidak membenci. Untuk melihat keburukan sebagai pemantik untuk berbuat baik dan menghindari dosa yang sama. Untuk melihat kebodohan sebagai pengingat untuk belajar. Untuk tidak menyematkan hal-hal buruk tersebut dalam identitas orang lain, lalu menjadikannya bahan bakar untuk membenci mereka. Ini latihan yang sederhana saja. Saya bisa berlatih setiap saat. Olah pikir, olah rasa. Dan mungkin lewat latihan inilah, sebagai satu dari sekian banyak cara, saya bisa mengukir kebijaksanaan dalam diri.