Salah satu album terbaik yang gua dengarkan tahun ini adalah In Medio-nya Anda Perdana. Ia datang di saat yang tepat: memberi gua inspirasi lirik ketika sedang butuh-butuhnya.
Dalam seminggu belakangan, gua sedang mencari lirik. Ada setumpuk lagu yang ingin diselesaikan—dipadukan dengan lirik yang pas. “Gimana ya, cara bikin lirik yang keren?” Pertanyaan itu menggema. Inspirasi coba gua cari lewat buku-buku puisi. Ambil beberapa secara random di perpustakaan.
Pikiran yang mendominasi adalah: cari kosa kata baru. Dapet sih. Kata-kata baru ada banyak. Tapi tidak terdengar enak sama sekali waktu dipadukan dengan lagu. Hingga akhirnya gua mendengarkan In Medio.
Lagu pertama: “Dalam Suatu Masa”. Enak parah.
Lalu masuk lagu kedua dan gua terhenyak: “bisa ya bikin lirik kaya gini?” Hahaha. Judulnya “Psikedelia”. Dimulai dengan lick-lick gitar yang mengingatkan gua pada Hendrix ketika memainkan “lagu-lagu manis”-nya semacam “Wind Cries Mary”, “Little Wing” atau “Castles Made of Sand”.
Dan lalu Anda Perdana mulai bernyanyi. Gua akan kutip keseluruhan liriknya.
Gambarkan dirimu
Di ruang penuh warna
Dalam lilitan cahaya
Berpayung matahari
Di antara
Menara mawar
Berwarna jingga
Dan tersesat selamanya
Kulihat dirimu menari
Di bawah hujan air mata peri
Kulihat dirimu tebarkan
Cintamu lalui nafas Tuhan
Bayangkan dirimu
Di langit merah jambu
Terbang bersama kupu-kupu
Di atas awan ungu
Di antara
Lilin-lilin bintang
Armada Tuhan
Menjaga cinta
Kulihat dirimu menari
Di bawah hujan air mata peri
Kulihat dirimu tebarkan
Cintamu lalui nafas Tuhan
Keren sekali.
Sebenarnya lirik penuh deskripsi psikedelik sudah tidak asing buat gua. Enam puluhan kaya dengan permainan lirik macam ini: Hendrix, Beatles, Cream—untuk menyebut beberapa di antaranya. Tetapi semuanya berbahasa Inggris. Dan “Psikedelia”, lewat eksplorasi bahasa Indonesianya, menyentuh gua dengan cara yang berbeda.
Masih banyak lagi lirik-lirik yang berkesan dari album ini. Coba simak penggalan dari “Biru”:
Sejuta kata takkan pernah bisa
Lisankan maksud rasaku ini
Dia, mengalir dalam darahku
Dia, setengah dari jiwaku
Dia, bayangan atas nyawaku
Atau “ML”:
Semakin larut langit di atasku
Semakin jauh tubuhku hanyut
Deras terbawa arus tubuhmu
Bersamamu ku berpagut
Ya, berpagut
Dalam nafasmu ku meraung
Bersama nafasku kau menyatu
Kita membeku, kita setubuh
Di sebuah patung waktu
Dan terakhir, di “Dalam Suatu Masa”:
Desir angin malam
Matahari bulan bintang
Hati api nyala hangati jiwa
Lewat Anda Perdana, gua tersadar (lagi) kalau lirik yang baik nggak perlu kosa kata yang ruwet. Pikirkan saja cara membuat tema yang enak, memainkan theatre of mind pendengar… dan pastikan kata-kata elo punya muatan emosi. Lalu, kata-kata yang familiar pun bisa memberi surprise ketika dipadukan dengan cara yang nggak biasa—misal: “lilitan cahaya”, “awan-awan ungu”, “arus tubuhmu”, dan seterusnya.
Di sisi lain, gua juga percaya kalau sebuah lagu adalah “sistem dinamis”. Artinya ada interaksi yang timbal-balik, kompleks dan chaotic antara elemen-elemennya (lirik, karakter vokal, nada, ketukan drum, dan seterusnya). Jadi, persepsi elo terhadap suatu lirik nggak cuma dipengaruhi oleh kata-kata dalam lirik, tetapi juga bagaimana ia dinyanyikan, ketukan drum yang mengiringinya, bagaimana gitarnya, dan seterusnya.
Yah, gitu deh. Membuat lirik punya seni-nya sendiri. Bagaimana bisa memberi makna dan berdansa dengan baik bersama elemen-elemen lain di dalam lagu. Dan Anda Perdana melakukan itu dengan baik sekali dalam In Medio. Menggelitik pikiran gua, membawanya berimajinasi ke sini dan kesana lewat rentetan kata yang terucap. Jadi, bisa disimpulkan: Anda Perdana keren sekali.