Tentang menyikapi ketidaktahuan yang nggak akan ada habisnya
Baru saja nontonin Lex Fridman dan Stephan Wolfram. Baru 30 menit. Jadi makin sadar kalau ada banyak sekali hal exciting untuk dipelajari, tapi tidak akan pernah bisa saya pahami. Waktu saya terbatas. Kadang-kadang, memikirkan kenyataan ini membuat semangat—bahwa saya tidak akan pernah kehabisan hal-hal untuk dipelajari dan dibikin takjub oleh dunia. Kadang-kadang, hal yang sama bikin depresif—bahwa selamanya dunia ini akan jadi misteri karena saya tak pernah punya cukup waktu bahkan untuk memahami secuil pengetahuan mengenai bagaimana ia bekerja.
Approach mana yang benar? Entahlah. Kedua sudut pandang mengungkap kebenarannya masing-masing: saling melengkapi. Tapi saya ingin bahagia. Dan saya percaya apabila kebahagiaan bisa tetap hadir bahkan dalam misteri dan ketidaktahuan. Ada sifat rakus dalam perasaan depresif saya. Ingin mengetahui semua. Ingin memeroleh semua. Tapi… buat apa?
Bukankah kita bisa sekadar jadi anak kecil saja—yang memainkan “pasir-pasir” dan “riak air” bernama pengetahuan di sebuah “pantai” bernama dunia dengan asik dan tertawa-tawa? Di cakrawala ada misteri tak terhingga. Bahkan pasir-pasir pun tidak pernah habis untuk dimainkan. Tapi, toh, itu tak pernah jadi masalah. Ketika misteri adalah keindahan, yang tersisa cuma rasa kagum.