Blog oleh Hanif

Konsep-konsep dari Black Swan

Beberapa konsep penting setelah seperempat jalan membaca Black Swan-nya Nassim Taleb.

Membaca Black Swan. Belum selesai tapi sudah gatal untuk menulis. Bukan pengalaman membaca yang menyenangkan. Tentu ini buku yang baik, tetapi mengganggu. Memaksa gue untuk memikirkan ulang hidup gue: apa yang mungkin dicapai (dan seberapa mungkin) + apa yang tidak mungkin dicapai. Pada dasarnya, konsep-konsep yang gua pelajari berkaitan secara langsung soal interpretasi atas kenyataan.

Extremistan dan mediocristan

Extremistan adalah sebuah “dunia” di mana sebagian besar “penduduk” kelihatan sama. Akan tetapi, tiba-tiba elo bisa menemukan “penduduk-raksasa”.

Contoh: YouTuber dan subscriber-nya. Ada 153 juta channel YouTube (cek statistik). Ada 335 ribu channel dengan jumlah subcriber di atas 100 ribu (0,2 persen). Ada sekitar 30 ribu channel dengan subscriber di atas 1 juta (0,02 persen). Yang subscriber-nya di bawah seribu? Ada 140 juta (91 persen). Artinya, sebagian besar channel YouTube adalah channel YouTube medioker dengan jumlah subscriber menyedihkan yang diselingi oleh satu-dua “Youtuber raksasa”. Notice bahwa ada 100 kali lipat perbedaan antara seribu dan seratus ribu + 1000 kali lipat perbedaan antara seribu dan sejuta.

Mediocristan adalah sebuah “dunia” di mana semua “penduduk” kelihatan sama. Oke, ada perbedaan … tapi not really that far. Sangat-sangat-sangat-sangat sedikit “penduduk-raksasa”.

Contoh: tinggi badan orang dewasa. Sebagian besar orang dewasa bertinggi sama. Nggak ada perbedaan yang gila-gilaan. Tinggi manusia terpendek di dunia adalah 50 cm. Tinggi manusia tertinggi di dunia adalah 250 cm. Cuma 5 kali lipat (lihat Extremistan).

Turkey problem

Setahun ada 365 hari. Dari hari ke-1 sampai ke-354, seekor ayam disayang-sayang oleh seorang manusia. Diberi makan, diberi minum, dibiarkan bebas. Kesimpulan? Manusia sayang ayam selamanya. Esoknya dia kena gorok. Jadi… apakah penalaran induktif macam itu reliable?

Black swan (of course)

Gampangnya adalah versi naratif dari Extremistan.

No evidence for existence vs evidence for no existence

No evidence for existence : NGGAK ADA BUKTI terkait KEBERADAAN sesuatu. Contohnya, sampai sekarang gue nggak pernah lihat kucing dengan mata berjumlah 5. Akan tetapi, ketiadaan bukti tersebut TIDAK BISA membuat gua menyimpulkan kalau TIDAK AKAN ADA kucing yang memiliki 5 mata.

Evidence for no existence : ADA BUKTI terkait KETIDAKBERADAAN sesuatu. Artinya, ada bukti bahwa SESUATU TERSEBUT TIDAK MUNGKIN ADA. Misal, mengacu pada teori Einstein, TIDAK MUNGKIN ada benda yang kecepatannya melebihi cahaya.

Singkatnya, KALAU SESUATU NGGAK PUNYA BUKTI TERKAIT KEBERADAANYA, IA BELUM TENTU TIDAK ADA (no evidence for existence belum tentu evidence for no existence). Akan tetapi, kalau ADA BUKTI TERKAIT KETIDAKBERADAANNYA, MAKA SESUATU TERSEBUT SUDAH PASTI TIDAK ADA (evidence for no existence sudah pasti no evidence for existence).

Narrative fallacy (dan jebakan common sense)

Manusia cenderung bersikap + berkesimpulan berdasarkan narasi yang ada ketimbang statistik dan rigorous scientific data. Common sense nggak selalu memberikan jawaban. Sesuatu yang make sense bisa jadi sangat sangat sangat keliru untuk memprediksi sebab-akibat suatu peristiwa.

Dead evidence

Live evidence : Bill Gates = DROP OUT. Mark Zuckerberg = DROP OUT.

Dead evidence : puluhan ribu orang-orang menyedihkan lain = DROP OUT.

Jadi…

Konsep-konsep tadi sudah gua praktikkan dalam hidup. Akan tetapi, Taleb menyusunnya jadi satu gagasan yang koheren sehingga memaksa elo untuk melihat ulang dunia melalui kaca mata yang disediakan oleh gagasan tersebut (alih-alih memakainya secara sporadis).

Akan menuliskan topik terkait konsep-konsep ini secara lebih lengkap nanti.

kategori: renungan | singkat |